spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Krisis Air Bersih Mengancam Warga dan Pelaku Usaha Penginapan di Sekitar IKN

NUSANTARA – Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) hingga saat ini terlihat semakin berkembang pesat. Bukan hanya Istana Negara saja yang berdiri dengan gagahnya, tetapi juga kelengkapan infrastruktur penunjang lainnya, seperti hotel bintang lima, bandara VVIP, hingga Bendungan Sepaku – Semoi dan Intake Sepaku yang sengaja dibangun untuk memenuhi kebutuhan penghuni di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) IKN.

Ironisnya, segala macam fasilitas eksklusif yang nantinya akan dinikmati oleh penghuni KIPP IKN ini justru berbanding terbalik dengan kondisi masyarakat yang berada di sekitarnya atau di luar KIPP IKN.

Salah satunya adalah masyarakat yang tinggal di dekat area IKN yang saat ini semakin kekurangan air bersih. Air sungai yang selama ini menjadi sumber utama bagi masyarakat setempat, kini juga harus berebut dengan pekerja pembangunan IKN.

Efek domino krisis air bersih di sekitar IKN ini pun akhirnya menjalar pada sektor ekonomi masyarakat setempat. Di antaranya, para pemilik kos dan pelaku bisnis penginapan lainnya yang mau tidak mau menawarkan harga sewa yang cukup tinggi.

Berdasarkan pantauan Media Kaltim, para pemilik kos yang biasanya menawarkan harga berkisar Rp 500 ribu – Rp 1 juta per bulan, kini menaikkan harga menjadi antara Rp 3,5 juta – Rp 7 juta per bulan. Sedangkan untuk harga sewa rumah, saat ini tarif sewa atau kontrak rumah di Sepaku berkisar Rp 50 juta – Rp 100 juta per tahun. Semakin dekat dengan kawasan gerbang IKN, tentu harga sewa kos dan kontrak rumah juga semakin mahal.

Baca Juga:   Jelang Idulfitri 1445 H, Personel Satpol PP PPU Lakukan Pengawasan dan Penertiban di Pelabuhan Penajam

Pemilik kos di kawasan Desa Sepaku II, yang tidak ingin disebutkan namanya, mengaku kesulitan jika tidak menaikkan harga sewa kos. Bukan hanya karena permintaan yang tinggi, tetapi juga karena tingginya biaya operasional yang harus dikeluarkan setiap harinya demi memenuhi kebutuhan air para penyewa.

Dirinya memiliki 10 pintu kos yang dapat disewa harian. Namun, untuk penyediaan air bersih tidak cukup hanya menggunakan 1 tandon dengan kapasitas 1.200 liter. Sehingga, dia terpaksa harus menyediakan 3 tandon.

“Kami ada 10 pintu, kalau satu tandon saja nggak bisa, nggak cukup. Satu tandon harganya Rp 100 ribu, paling murah Rp 90 ribu untuk 1.200 liter. Setiap hari 3 tandon. Hitung saja kalau dikali 30 hari, lumayan juga pengeluaran saya,” keluhnya, Kamis (15/8/2024).

Kondisi kawasan di luar KIPP IKN yang berdebu akibat proyek pembangunan IKN. (Foto: Nelly/Media Kaltim)

Dia membeberkan bahwa tidak mendapatkan jatah dari PDAM setempat, sehingga membeli air menjadi pilihan agar usahanya tetap berjalan.

“Dari Penajam (PDAM) nggak masuk, kalaupun ada, itu juga dijatah. Mau ngebor juga repot sekarang perizinannya,” tambahnya.

Alih-alih pemerataan pembangunan, menurutnya pemerintah malah melangkahi warga setempat terkait dengan permasalahan kebutuhan mendasar ini.

“Masalah air loh ini, kalau nggak minum mati. Sumber kehidupan. Mulai awal pembangunan waduk saja sudah mengganggu warga sekitar, tapi sedihnya giliran waduknya sudah jadi, warga sekitar nggak kecipratan juga airnya,” pungkasnya.

Mahalnya biaya kos ini juga diakui Suyono, seorang pegawai swasta yang hendak mencari penginapan di daerah sekitar IKN. Dirinya mencari penginapan di sekitar IKN untuk tempat para kru dari perusahaannya.

Baca Juga:   Pasca Lebaran, Harga Sayuran di PPU Masih Tinggi

Suyono, yang juga merupakan masyarakat lokal sekitar Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), mengatakan kesulitan mencari penginapan murah karena berkaitan dengan ketersediaan air yang sulit.

“Waktu ke IKN dan cari kos-kosan, lalu menanyakan kenapa mahal, salah satunya perihal air,” ungkapnya, Kamis (15/8/2024).

Menurut Suyono, harga yang ditawarkan oleh para pemilik kos-kosan bervariasi. Dari beberapa lokasi yang didatanginya, disebutkan paling murah Rp 3,5 juta per bulan.

“Kebanyakan Rp 4,5 juta per bulan, itu yang sudah ada AC-nya,” katanya.

Ada pula Winarto, seorang karyawan perusahaan di bidang konstruksi, yang turut mengatakan kesulitan mendapatkan penginapan, mulai dari kos-kosan hingga rumah kontrakan yang kondisi airnya mencukupi. Bahkan kalaupun ada, pemakaian airnya ada yang dibatasi.

Dia dan temannya pun mencari hingga ke wilayah Jenebora dan Pantai Lango untuk mencari rumah kontrakan yang akan dipakai sebagai mess karyawan. Namun, lagi-lagi, dirinya dihadapi dengan tawaran harga sewa rumah yang cukup tinggi, hingga ada yang mencapai Rp 15 juta per bulan.

“Saya yang orang lokal dan mau sewa rumah ini sampai heran harganya cukup mahal. Saya sampai berusaha memohon kepada pemiliknya, saya loh orang Penajam, KTP Penajam juga, masa dikasih mahal betul harganya?” keluhnya.

Salah satu tokoh Trail to IKN, Don Hasman, yang melakukan perjalanan ke IKN dengan berjalan kaki juga mengungkapkan hal yang sama. Dirinya kesulitan mendapatkan penginapan. Tidak ada lagi kamar kosong hingga tanggal 18 Agustus 2024, paling cepat. Harganya meroket hingga mencapai 25 – 50 persen dari harga biasanya.

Baca Juga:   DLH Penanganan Intens di Objek Wisata Selama Libur Lebaran

“Sekitar 15 penginapan yang kami coba datangi, semua kamarnya sudah penuh dipesan. Harganya juga sudah naik. Biasanya Rp 300 ribu menjadi Rp 500 ribu per malam. Bahkan yang biasanya Rp 575 ribu jadi Rp 1,5 juta per malam. Pada pasang tarif sesukanya,” jelasnya, Rabu (15/8/2024).

Mengenai permasalahan distribusi air ini, Media Kaltim pun mencoba untuk meminta tanggapan dari pihak terkait. Direktur Perumdam Danum Taka, Abdul Rasyid, menyampaikan bahwa Danum Taka memang tidak ada proyek di wilayah KIPP IKN.

“Yang ada persiapan pengelolaan IPA 50 liter/detik dari Kementerian PUPR. Saat ini KIPP dilayani oleh Kementerian PUPR langsung melalui IPA 300 liter/detik,” terang Abdul Rasyid.

Dijelaskan pula, bahwa untuk IPA 300 tersebut hanya melayani kawasan Istana Negara dan IKN. “Sedangkan kami dengan IPA 30 melayani masyarakat di luar KIPP, itupun statusnya sudah terpakai semua. Saat ini kurang lebih 2.500 Sambungan Rumah (SR) yang kita layani,” jelasnya.

Lebih jauh, Abdul Rasyid menambahkan bahwa untuk hotel atau penginapan lainnya, sementara ini tidak ada penyaluran air dari Danum Taka. Mengingat, hotel-hotel yang ada di sekitar IKN memiliki alat pengolahan air bersih atau water treatment plant (WTP) sendiri.

“Kalau hotel tidak ada (sambungan distribusi dari Danum Taka). Tapi kalau kos sepertinya iya, karena banyak rumah warga sekarang jadi kos-kosan juga sejak ada IKN,” pungkasnya.

Pewarta: Nelly Agustina
Editor: Nicha R

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

BERITA POPULER