PPU – Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Penajam Paser Utara (PPU) hingga kini masih terus menghantui. Seluruh masyarakat di PPU diimbau untuk tidak melakukan pembukaan lahan dengan cara dibakar.
Pemkab PPU di banyak kesempatan selalu mengingatkan akan musim kemarau yang saat ini terjadi. Satu dampak yang paling terasa ialah berkurangnya cadangan air bersih.
Selain menjadi masalah tersendiri untuk kebutuhan dasar masyarakat, hal ini juga memengaruhi upaya penanganan saat terjadi karhutla. Sebab, saat ini kebutuhan akan air bersih semakin meningkat, namun ketersediaan yang semakin sedikit bahkan kurang.
“Saya mengingatkan agar kita bisa melakukan penghematan dalam penggunaan air. Kami sangat bermohan kepada masyarakat untuk lebih berhati-hati terutama ketika menghimpun sampah yang berada di kiri kanan rumah dan terus membakarnya ini bisa berpotensi menjadi kebakaran,” ujar Sekkab PPU, Tohar, Kamis (31/8/2023).
Terbukti dengan beberapa embung yang mulai kering. Maka dari itu, pencegahan terjadinya Karhutla menjadi pokok pekerjaan yang dilakukan.
“Dan pada para pemilik lahan, kami mohon untuk tidak membuka dengan membakar. Karena ini bisa berpotensi menjadi kebakaran hutan dan lahan. Kalau ini tidak bisa terkendali sedangkan sumber daya dan peralatan kita terbatas ini bisa menjadi potensi yang membahayakan bagi kita semua,” jelas Tohar.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) PPU, Budi Santoso mengungkapkan selama musim kemarau dan El-Nino kali ini setidaknya membuat sekira 28 hektare lahan terbakar. Itu dari 18 kejadian yang ada.
Kasus karhutla tersebut terbanyak terjadi di wilayah Kecamatan Penajam. Karena mayoritas lahan di wilayah itu merupakan lahan gambut yang mudah terbakar.
“Kebakaran hutan dan lahan yang berhasil dipadamkan, terbesar dengan luas 12 hektare terjadi di Kelurahan Petung,” sebutnya.
Ia meyakinkan peralatan yang dimiliki BPBD PPU saat ini masih aman dan mencukupi. Serta kesiapan dan jumlah personel juga memadai untuk melakukan pemadaman karhutla.
“Kami dan instansi terkait juga terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk mengantisipasi terjadinya kebakaran hutan dan lahan di wilayah setempat,” katanya.
Namun, Budi mengakui kendala saat melakukan pemadaman kebakaran hutan dan lahan adalah akses menuju lokasi kebakaran. Yang tak jarang tidak bisa dilalui kendaraan bermotor sehingga harus ditempuh berjalan kaki dengan membawa peralatan.
Lalu ada kendala yang lebih besar, di lokasi kebakaran hutan dan lahan sumber air menipis atau tidak ada sumber air yang dibutuhkan untuk pemadaman. Sehingga pemadaman dilakukan secara manual dengan membuat sekat mengelilingi api, namun membutuhkan waktu yang lama dan pontensi meluas cukup besar.
“Masyarakat dan perusahaan terus diingatkan tidak melakukan pembukaan lahan dengan cara dibakar. Serta meminta warga agar tidak membuang puntung rokok di lahan yang mudah terbakar, karena pada saat musim kemarau dapat memicu terjadinya kebakaran,” demikian Budi. (SBK)
Pewarta : Nur Robbi Syai’an
Editor : Nicha Ratnasari