PENAJAM – Pembahasan terkait rencana pembangunan Jembatan Tol Balikpapan (BPP)-Penajam Paser Utara (PPU) kembali dilakukan. Ada beberapa perubahan skema pembangunan dan nilai anggaran yang perlu dilakukan dalam melanjutkan mega proyek ini.
Plt Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Pemkab PPU, Nicko Herlambang menyebutkan masih ada harapan megaproyek itu berdiri. Bahkan pihaknya telah melakukan pertemuan yang membahas kelanjutan pembangunan penghubung titik Nipah-Nipah di PPU dan Melawai di BPP itu.
“Rencana pembangunan jembatan Tol Teluk Balikpapan-PPU belum berakhir dan masih menjadi harapan masyarakat sejak bertahun-tahun,” ujarnya, Minggu (22/1/2023).
Pertemuan khusus itu digelar di Hotel Platinum Balikpapan pada Kamis, (19/01/2022). Oleh Pemkab PPU dan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) serta Waskita Toll Road (WTR) yang berlaku sebagai pelaksana kegiatan ini.
Namun sayang, Pemkot Balikpapan yang juga diundang dalam pertemuan tersebut tidak hadir dalam acara ini. Selain Nicko, ada Kepala Perumda Benuo Taka PPU, Amrul Alam, Direktur Operasional WTR, Muhammad Sadal, Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), Danang Parikesit dan juga Area Manager WTR, Arif Wibowo.
Nicko mengungkapkan sesuai perencanaan awal, adanya jembatan yang akan menghubungkan dua daerah administrasi tersebut akan memberikan dampak positif untuk masyarakat. Serta memberikan pertumbuhan ekonomi yang signifikan bagi kedua daerah.
Mengingat bakal terjadinya percepatan alur distribusi. Namun diyakini juga tetap tidak akan merubah pola pergeseran masyarakat Kabupaten PPU.
“Artinya dengan jarak tempuh 10-15 menit jika menggunakan speed boad, tidak mungkin juga masyarakat PPU untuk menuju Balikpapan dan sekitarnya harus melalui Jembatan Pulau Balang. Oleh karenanya masyarakat masih berharap jembatan penghubung ini dapat benar-benar bisa terbangun,” bebernya.
Proyek tersebut diinisiasi PT Waskita Karya (WIKA) melalui anak usahanya, PT Waskita Tol Road sekitar 2013 silam. Meski diserahkan kepada investor, Pemkot Balikpapan, Pemkab PPU, dan Pemprov Kaltim kemungkinan dilibatkan dalam konsorsium pembangunan.
Dengan persentase masing-masing, Pemprov Kaltim membentuk PT Kaltim Bina Sarana Konstruksi (Perusda Pemprov Kaltim 20 persen), Pemkab PPU melalui Perumda Benuo Taka 10 persen, dan Kota Balikpapan membentuk Perusda Komaba Balikpapan 5 persen.
Namun dalam prosesnya, terjadi beberapa kali tarik-ulur mulainya pembangunan. Diketahui, jembatan tol sepanjang 7,9 kilometer dan jalan pendekat sepanjang 11,75 kilometer. sempat dilelang oleh Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pada 2019.
Namun, megaproyek senilai Rp15,53 triliun dihentikan proses lelang investasinya. Karena, setelah penetapan pemindahan Ibu Kota Nusantara (IKN) ke wilayah Kecamatan Sepaku, PPU, muncul wacana titik jembatan akan dipindahkan.
Belakangan Kementerian PUPR mengurungkan wacana pemindahan titik pembangunan jembatan tol lagi. Alasan ketinggian ruang bebas jembatan dari permukaan air laut tertinggi (clearance) 50 meter menjadi persoalan dari pelaku usaha bidang pelayaran.
Padahal ketinggian itu disetujui oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub) pada 2015 melalui surat Nomor PR002/12/14 PHB 2015. Stelah dilakukan kajian ulang, Direktorat Jenderal (Ditjen) Perhubungan Laut Kemenhub mengumumkan perubahan ketinggian ruang bebas jembatan menjadi 65 meter.
Meski digagas masa kepemimpinan Gubernur Awang Faroek, Nicko menegaskan bahwa Gubernur Isran Noor juga telah mendukung kelanjutan rencana itu. Sebab, dengan pindahnya IKN, jembatan ini bisa menjadi salah satu pendukung pembangunan di daerah penyangga.
“Ketika pemerintah pusat telah meyiapkan anggaran tol pulau balang yang begitu besar, seharusnya pendanaan tol teluk Balikpapan ini tidak ada apa-apanya. Artinya jika memang tidak ada jalan memungkinkan, setidaknya ada jalan tengah dari pusat dengan menguncurkan dana untuk membantu pembangunan jembatan tol ini sehingga segera terwujud,” ungkap Nicko.
Sementara itu, Direktur Operasional WTR, Muhammad Sadal mengatakan pertemuan tersebut merupakan rapat sekaligus diskusi terkait kelanjutan pembangunan jembatan tol teluk Balikpapan – PPU. Ia menyampaikan bahwa terkait perkembangan terakhir pembangunan jembatan tersebut berdasarkan hasil kajian kelayakannya setelah ketinggian jembatan dinaikkan dari 50 meter menjadi 65 meter.
Kemudian juga ada kenaikan nilai inflasi dari semula diangka 2 persen per tahun menjadi 2,08 persen per tahun. Nilai ini dihitung sesuai nilai rata-rata di tingkat kabupaten baik PPU dan Balikpapan.
“Dari perubahan ini ada penambahan biaya khususnya pada biaya kontruksi hingga 600 miliar,” katanya.
Dari hasil itu pula, menyebabkan perhitungan nilai jualnya negatif. Oleh karenanya terkait rencana pembangunan ini pihak Waskita meminta pertemuan lebih lanjut untuk mengevaluasi dan mencarikan investor baru untuk meneruskan rencana pembangunan tersebut.
“Dalam pertemuan sebelumnya disebutkan bahwa calon investor pembangunan ini adalah dari Korea. Namun kami juga belum mengetahui kepastiannya dan prosesnya telah sejauh mana,” pungkas Sadal. (SBK)