spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Kehidupan Nelayan Teluk Balikpapan Makin Terhimpit, Darat hingga Lautan Dikuasai Perusahaan

PPU – Kehidupan masyarakat pesisir di garis Pantai Lango kerap kali terabaikan. Terutama para nelayan yang menggantungkan dirinya di Teluk Balikpapan. Masyarakat asli yang kebanyakan bersuku Paser-Bajau ini berlokasi tidak terlalu jauh dari titik nol Ibu Kota Nusantara dan Pusat Pemerintahan Kabupaten Penajam Paser Utara.

Lahan mereka diusik, begitu pun lahan perairan yang memberikan hidup bagi mereka yang tinggal di pesisir. Para nelayan masuk ke dalam kurang lebih 20 Kelompok Usaha Bersama (KUB) di sepanjang Teluk Balikpapan.

Salah satu nelayan di KUB 14, Dumri yang sedang duduk di depan rumahnya usai makan siang, bercerita bagaimana ruang hidupnya perlahan dipersempit. Kerap kali dilarang saat ingin mengambil ikan di seberang perkampungan.

“Beberapa kali kami dilarang, banyak perusahaan yang membuat pelabuhannya, sedangkan sudah lama kita mencari ikan di sana,” jelasnya.

Dumri mengatakan telah berkali-kali meyakinkan para pemilik pelabuhan, dirinya hanya memancing di bawah pelabuhan sekitaran 20 meter. Hal tersebut membuat dirinya kerap kali harus beradu mulut dengan para sekuriti.

Baca Juga:   Otorita IKN Persiapkan Fasilitas Layanan Kesehatan Masyarakat Nusantara

“Sebelum ada IKN, pelabuhan dari Tanjung Batu sampai ke Teluk Balikpapan. Saya dituduh sama salah satu perusahaan Peti Kemas itu,” terangnya.

Bahkan, Ia juga kerap kali dituduh atas kasus pencurian yang terjadi di daerah pelabuhan tersebut. Pemasukan pun menurun sejak pelabuhan-pelabuhan tersebut beroperasi, biasanya dirinya mendapatkan Rp 100 ribu sampai Rp 200 ribu. Namun sejak sejumlah pelabuhan tersebut hadir, dirinya sampai sulit membayar solar yang digunakan untuk pergi berlayar.

Nelayan Pantai Lango, Dumri (Nelly/ Radar Ibukota)

“Sering dua hari enggak terbayar solar, soalnya menurun sekali, paling besar ikan yang ditangkap cuma sekilo sampai dua kilo saja, yang lain kecil-kecil,” jelasnya.

Dumri yang telah berumur 70 tahun ini pun mengatakan dirinya kerap kali mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan. Seperti saat sedang memancing, para petugas sengaja melempar air agar ikan di perairan tersebut kabur. Bahkan, kadang sengaja memasang lampu terang agar ikan berkumpul di satu titik saja.

“Kalau kami tetap memaksa memancing ada saja yang sengaja melempar batu atau memakai lampu yang terang agar ikannya semakin jauh dari pancing, walaupun tidak ada pemukulan ya,” jelasnya.

Baca Juga:   Ditkrimum Polda Dapat Award Usai Ungkap Kasus Pencurian Sparepart Alat Berat di IKN

Ruang hidupnya sebagai nelayan semakin terhimpit proyek-proyek besar, belum lagi proyek Jembatan Pulau Balang yang masih dalam pengerjaan. Menurutnya, saat menjaring atau memancing ikan, dirinya terus dipantau.

“Iya sekarang semua semacam dipantau, padahal kami sudah hidup lebih lama dari pembangunan pelabuhan tersebut,” tambahnya.

Menurutnya, terdapat berbagai perusahaan yang memiliki pelabuhan di daerah tersebut. Di antaranya, PT Wilmar, PLTU, PT Bayan Group, dan PT Mitra Murni Perkasa.

Penulis: Nelly Agustina

Edior: Nicha R

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

BERITA POPULER