PASER – Sejumlah dugaan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Paser, diklaim Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Paser tidak ditutup-tutupi terhadap media.
Hal itu dibeberkan Kepala UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) DP2KBP3A Kabupaten Paser, Muchlas Sudarsono. Namun begitu, upaya media dalam menyajikan keterbukaan informasi terhadap kasus terkesan diabaikan pihaknya.
Meski mengeklaim tidak menutup-nutupi suatu kasus, Muchlas menyatakan, efek dari suatu pemberitaan khususnya terhadap anak, dinilai bakal berdampak pada psikologis anak yang berujung pada lamanya proses penanganan melalui pendampingan yang dilakukan.
“Bukan berarti kami menutup-nutupi kasus. Tidak. Tapi, efek dari pada di-blow up-nya (diberitakan media), berat banget psikologisnya dan psikososialnya. Ini yang kami jaga,” katanya beberapa waktu lalu.
Padahal, media dalam menjalankan tugas sesuai Peraturan Dewan Pers tentang Pedoman Pemberitaan Ranah Anak (PPRA) sudah diterapkan. Muchlas berdalih ada beberapa wartawan yang ingin menggali identitas korban.
“Jadi kami mohon kerja samanya juga dari media. Memamg ada beberapa media minta identitasnya kami tidak kasih. Minta alamat sekolahnya kami tidak kasih. Itu privasi korban yang harus kami lindungi,” jelasnya.
Namun saat dikonfirmasi kebenarannya, hal itu ia akui, bukan dari pihak media yang meminta secara langsung namun berdasarkan komunikasinya dengan Kepala DP2KBP3A Kabupaten Paser, Amir Faisol yang meminta identias korban kepadanya.
Terbentuk sejak Januari 2020, unit yang bertugas memberi layanan bagi perempuan dan anak yang mengalami masalah kekerasan, diskriminasi, perlindungan khusus, dan masalah lainnya itu, dihadapkan dengan tugas yang begitu menumpuk namun tak sebanding dengan jumlah personel yang ada.
Kepala UPTD PPA menyatakan, sejak dibentuk hingga kini pelayanan diakui belum maksimal mengingat ada 6 tugas pokok yang harus dijalankan, namun fasilitas yang disediakan belum memenuhi standar.
“Penerimaan pengaduan, penjangkauan kasus korban, pengelolaan kasus korban kemudian penampungan atau rumah aman yang sampai saat ini belum terwujud, mediasi dan pendampingan,” jabarnya.
Adapun standar yang harus dipenuhi itu, sesuai Peraturan Menteri PPPA Nomor 4 tahun 2018 tentang Pedoman Pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak. Namun, hingga kini masih dipadu dengan Kantor DP2KBP3A Kabupaten Paser.
Sementara, sumber daya manusia yang tersedia hanya 4 orang. Sedangkan volunteer atau relawan berjumlah 4 orang yang diantaranya 2 orang psikolog klinis dan 2 lainnya sarjana psikologi, dengan sarana pendukung 2 unit motor perlindungan dan 1 unit mobil perlindungan.
“Kami menempati kantor diujung sedikit. Dalam pelayanan ya mohon maaf kami belum maksimal,” katanya. (bs)