KETIKA mengikuti Konsultasi Publik 1 RDTR Ibu Kota Nusantara, pada Senin (7/11/2022) sempat mengisi ruang chat. Saya menulis IKN butuh lokasi WTS. Saya mengira emoticon yang saya cantumkan akan membuat peserta maklum dan menafsirkan apa tulisan saya di chat zoom itu serius, bercanda, akan tetapi dampaknya tak saya perkiraan saya.
Sejumlah pesan tertulis via WA ke chat pribadi beragam. Ada yang mungkin bercanda mengatakan hal itu penting, ada yang menghujat pemikiran saya bejat. Ada yang menasihatkan agar hal seperti itu tidak dilakukan secara terbuka di forum resmi kenegaraan. Hal sensitif, katanya.
Hari itu ATR memang melakukan konsultasi publik yang mirip-mirip rapat kordinasi ‘lah. Karena yang hadir pejabat struktural dari level tertinggi di Badan Otorita sampai terendah para konsultan tata ruang sampai warga masyarakat yang diwakili oleh Badan Permusyawaratan Desa.
RDTR Simpang Samboja, misalnya. WP 7 Simpang Samboja adalah kawasan pengembangan Ibu Kota Nusantara mempunya fungsi sebagai pusat distribusi dan perdagangan komoditas kawasan. Bahkan Simpang Samboja sebagai kawasan pemukiman, mungkin perumahan warga yang sudah ada juga boleh.
WP Simpang Samboja berada dalam lingkup Daerah Aliran Sungai (DAS) Samboja dengan luas 52.657,37 hektare. Konsultan bahkan menyebutkan lembah sungai bermaterial alluvium bervegetasi hutan rawa air payau atau sekitar 3,42% dari wilayah kajian.
Menurut saya KP, Senin itu sudah tergolong bagus, lah. Bahkan detail, seolah kajian DAS Samboja merupakan data primer yang dengan susah payah dicari, dikumpulkan dan ditampilkan di KP. Tapi sayangnya, acara yang berlangsung hampir separo hari itu tidak menyinggung potensi sosial budaya, kecuali menyebut wilayah potensi konflik lingkungan.
Kompas.com 27 Agustus, 2022, menulis pembangunan IKN tahap awal butuh 260.000 tenaga kerja konstruksi. Rinciannya pada tahun 2022 dibutuhkan sebanyak 30.000 orang, tahun 2023 sejumlah 123.000 orang, dan tahun 2024 sekitar 107.000 orang.
Warga ber-KTP Kecamatan Sepaku plus Kelurahan Pantai Lango, sampai hari ini tercatat 38.614 jiwa. Laki-laki, perempuan, anak anak, balita, dewasa hingga manula.
Artinya pada tahun 2022 ini penduduk sepaku adalah 38.614 atau 28.614. Data BPS 2021 menyebut penduduk Kecamatan Sepaku, minus Kelurahan Pantai Lango yang masuk KPIKN adalah 37.171 jiwa mendiami wilayah seluas 1.172,35 kilometer per segi dengan kepadatan penduduk 31,37 jiwa per kilometer ditambah 30.000 pendatang baru. Berpendidikan di atas rata-rata warga Sepaku, berusia muda dan didominasi kaum pria.
Saya tidak sependapat jika perpindahan sejumlah orang dalam waktu tertentu ini disebut Demographic dividend atau bonus demografi. Kedatangan tenaga kerja konstruksi dari luar Kalimantan ini hanya sesaat dan dalam waktu yang tidak lama, sesuai kontrak kerjanya. Pertanyaan paling mendasar dalam prediksi dan penanganan potensi konflik adalah di mana mereka menyalurkan kebutuhan biologis. Jika pekerja kontruksi yang saya prediksi 70an persen merupakan pendatang adalah lelaki lajang dan mendapatkan jodoh di Sepaku, itu merupakan bonus demografi positif. Jika tidak? Katanya penyaluran kebutuhan biologis salah satunya adalah memperbaiki suasana hati atau mood hingga menurunkan risiko stres maupun depresi. Ini yang dibutuhkan oleh pekerja konstruksi agar produktivitasnya tetap baik dan meningkat.
Sepengetahuan saya di kawasan pengembangaan IKN pernah ada tiga lokasi WTS tidak resmi. Di kawasan Sabut, Kelurahan Pamaluan, di kawasan Gunung Sari Wangi, Senipah dan Handil di wilayah Kutai Kartanegara.
Potensi konflik sosial vertikal, horizontal ini saya tidak tahu bagaimana cara penyelesaiannya, mengingat prostitusi adalah hal terlarang di Indonesia. Akan tetapi menjaga pecemaran limbah sosial ini bagi warga Sepaku merupakan kewajiban semua pihak.
Catatan: Sunarto Sastrowardojo, Direktur Rusa Foundation Indonesia