SAMARINDA – Sengketa lahan antara warga Desa Telemow, Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara, dengan perusahaan pemegang hak guna bangunan, PT ITCI Kartika Utama (KU), terus berlangsung alot.
Terbaru, perusahaan tersebut justru dianggap melakukan penggusuran saat proses sidang pidana masih berjalan di pengadilan. Tindakan ini menuai kecaman dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda, yang mendampingi warga dalam perkara ini.
Direktur LBH Samarinda, Fathul Huda, menyebut langkah PT ITCI sebagai tindakan tidak etis dan melanggar prinsip keadilan.
“Ini merupakan langkah tidak etis karena terlihat sekali fakta persidangan menunjukkan bahwa SHGB PT ITCI Kartika Utama ini terbit di ‘ruang gelap’, atau abal-abal,” tegas Fathul Huda, Direktur LBH Samarinda saat konferensi pers di kantornya Jalan AW, Syahranie, Jumat (16/05/2025).
Menurut Fathul, Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) PT ITCI KU banyak ditemukan kecacatan administrasi dalam proses penerbitan. Hingga proses penggusuran tersebut dinilai sebagai ketidakyakinan mereka serta lemahnya pembuktian mereka.
Belum lagi, pihak PT ITCI KU tidak pernah menunjukkan secara utuh SHGB di persidangan. Diketahui PT ITCI sebelum menjadi PT ITCI KU memiliki SHGB pada kisaran tahun 1993/1994. Kemudian perusahaan itu hampir pailit dan diambil alih menjadi PT. ITCI Kartika Utama.
Pada masa perpanjangan SHGB tahun 2017, PT ITCI KU baru memperpanjang pada akhir tahun, sedangkan secara hukum, perpanjangan harus dilakukan 2 tahun sebelum SHGB berakhir.
“Ini juga seharusnya bukan HGB tapi hak milik, setahu saya tidak ada HGB sampai 83 Hektar, itu terlalu luas. HGB mereka ini cacat,” kata Fathul.
Sengketa lahan ini merupakan kerugian bagi warga Telemow yang selama ini menggantungkan ekonomi mereka di perkebunan. Karet, sayur-mayur, serta tumbuhan penghasil lainnya mereka tanam di sana. Sayangnya PT ITCI KU seakan merampas hak mereka, maka para warga berharap tak ada lagi penyerobotan lahan.
Kriminalisasi tak terelakkan, warga Telemow bolak-balik masuk persidangan hingga menghadapi penahanan. Sejauh ini sengketa tersebut berjalan dalam masa-masa sidang yang tidak singkat.
LBH Samarinda sendiri, kini menyayangkan Majelis Hakim yang membawahi kasus Telemow. Sebab dianggap melakukan intimidasi kepada saksi dan terdakwa.
“Kalau alasannya takut terdakwa dibebaskan demi hukum, maka itu bukan alasan berdasarkan keadilan, melainkan ketakutan pada tekanan kekuasaan,” tekan Fathul.
Ya, sejak 20 Maret 2025, proses sidang dilakukan tiap Senin dan Rabu, atau dua kali seminggu. Sayangnya Tim Pembela selalu dihalangi untuk menghadirkan saksi secara maksimal.
“Warga sudah mengelola lahan ini jauh sebelum PT ITCI masuk ke wilayah ini pada akhir 1990-an,” ucapnya.
LBH berharap warga Telemow mendapatkan kembali hak mereka, tanpa intimidasi tanpa kekerasan. Sebab bagaimanapun juga, warga disana jauh lebih dulu memiliki lahan tersebut daripada PT ITCI KU.
Pewarta : K. Irul Umam
Editor : Nicha R