spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

DPRD Kaltim Desak Pertanggungjawaban PT Pelayaran MTS atas Kerusakan Jembatan Mahakam I

SAMARINDA – DPRD Kaltim menjadwalkan pertemuan lanjutan pada akhir Mei atau awal Juni 2025 untuk membahas tanggung jawab PT Pelayaran Mitra Tujuh Samudra (MTS) atas insiden penabrakan Jembatan Mahakam I oleh tongkang milik perusahaan tersebut.

Sekretaris Komisi II DPRD Kaltim, Nurhadi Saputra, menyatakan kekecewaannya terhadap sikap tidak kooperatif PT Pelayaran MTS. Sejak insiden terjadi pada 16 Februari lalu, pihak perusahaan disebut belum menunjukkan itikad baik untuk hadir dalam rapat yang telah diundang hingga lima kali.

“Sejak awal kami berharap manajemen PT MTS bersedia hadir dan menjelaskan langsung. Tapi yang datang justru kuasa hukum, padahal kami ingin mendengar langsung dari pihak berwenang,” ujar Nurhadi, Rabu (15/5).

Nurhadi menambahkan, sikap abai perusahaan membuat sebagian anggota DPRD dapat memahami insiden pengusiran terhadap kuasa hukum PT MTS saat rapat dengar pendapat (RDP) sebelumnya.

Menindaklanjuti hal tersebut, Komisi II DPRD Kaltim akan menggelar pertemuan terbatas bersama pihak terkait, termasuk PT MTS, KSOP, dan Belindo, guna fokus pada penyelesaian substansi persoalan.

Baca Juga:   Ekti Imanuel: Kebangkitan Kristus Harus Membangkitkan Iman dan Semangat Generasi Muda

“Kami ingin pembahasan lebih fokus, tidak melebar. Ini menyangkut kepentingan publik dan keselamatan infrastruktur,” tegasnya.

Insiden tersebut terjadi saat tongkang Indosukses 28 yang mengangkut kayu sengon menabrak fender pelindung Jembatan Mahakam I. Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Kaltim menaksir nilai kerusakan mencapai Rp35 miliar, mengacu pada biaya pemasangan fender tahun 2018.

BBPJN telah menyampaikan kepada perusahaan bahwa mereka akan mengajukan klaim ganti rugi dan meminta perusahaan bertanggung jawab atas pengangkatan fender yang rusak serta pemasangan kembali pengganti fender tersebut.

Terkait rencana penutupan jalur sungai di bawah jembatan, Nurhadi menegaskan hal itu sepenuhnya menjadi kewenangan teknis lembaga terkait.

“DPRD hanya memberi masukan, bukan pengambil keputusan soal operasional sungai. Namun kami mendorong agar langkah konkret segera diambil,” pungkasnya. (adv)

Editor: Agus

⚠️ Peringatan Plagiarisme

Dilarang mengutip, menyalin, atau memperbanyak isi berita maupun foto dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari Redaksi. Pelanggaran terhadap hak cipta dapat dikenakan sanksi sesuai UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda hingga Rp4 miliar.

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

BERITA POPULER