spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Akademisi Unmul Kritik Pemangkasan Anggaran yang Berdampak pada Pemutusan Guru Honorer di PPU

PPU – Kebijakan efisiensi anggaran melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 terus menuai kritik. Pemangkasan anggaran ini tidak hanya berdampak pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tetapi juga Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Salah satu dampak nyata dari kebijakan ini adalah keputusan Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) yang merumahkan 241 guru honorer dengan masa kerja di bawah dua tahun. Akademisi Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Sulung Nugroho, menyesalkan langkah tersebut.

“Kita tahu bahwa efisiensi anggaran belanja negara tahun 2025 mencapai Rp306,69 triliun. Dari jumlah itu, Rp 256,1 triliun dialokasikan untuk belanja kementerian/lembaga,” ungkap Sulung, Minggu (9/2/2025).

Menurutnya, masih banyak sektor yang bisa diefisiensikan tanpa harus mengorbankan tenaga honorer, terutama guru yang berperan dalam pelayanan dasar pendidikan.

“Pengurangan anggaran perjalanan dinas atau belanja honorarium bisa menjadi alternatif. Misalnya, pemerintah daerah yang sering membentuk tim-tim proyek bisa membatasi jumlahnya agar tidak berlebihan, begitu juga dengan honor yang diberikan,” tegasnya.

Baca Juga:   Sungai Meluap di Babulu Darat, BPBD PPU Tinjau Lokasi dan Data Warga Terdampak

Sulung juga menyoroti bahwa dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2025, anggaran seharusnya difokuskan pada pelayanan publik. Oleh karena itu, menurutnya, kebutuhan akan tenaga guru honorer seharusnya dipertahankan karena merupakan bagian dari pelayanan publik di bidang pendidikan.

Terlebih lagi, dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Alinea keempat, telah ditegaskan bahwa tujuan negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.

“Kita kekurangan tenaga pendidik, tetapi justru guru honorer yang ada malah dirumahkan. Ini adalah kemunduran bagi bangsa ini,” tandasnya.

Lebih lanjut, Sulung juga menyoroti perencanaan anggaran Badan Perencanaan Pembangunan (BPP) Republik Indonesia untuk tahun 2026. Menurutnya, pemerintah lebih memprioritaskan program Makanan Bergizi Gratis (MBG), ketahanan pangan dan energi, perumahan, serta pertahanan dan keamanan, sementara sektor pendidikan dan kesehatan hanya dianggap sebagai prioritas pendukung.

“Padahal, dalam konstitusi kita, pendidikan adalah tugas utama negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Jika pendidikan tidak lagi menjadi prioritas utama, berarti kita telah melanggar konstitusi sendiri,” tutupnya.

Penulis: Nelly Agustina
Editor: Robbi Syai’an

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

BERITA POPULER