PPU – Dalam upaya percepatan penurunan angka stunting yang kini menjadi salah satu prioritas nasional, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) menyelenggarakan kegiatan Diseminasi Audit Kasus Stunting (AKS) Semester I tahun 2024.
Acara ini bertujuan untuk mengidentifikasi akar masalah yang menyebabkan peningkatan prevalensi stunting di daerah tersebut, sekaligus menyusun rekomendasi strategis untuk menurunkan angka stunting secara efektif.
Bertempat di Penajam, kegiatan diseminasi ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk tim teknis audit, Dinas Kesehatan, puskesmas, serta perwakilan aparat desa. Dewi Astuti, Program Manager Bidang Data, Pemantauan, dan Evaluasi DP3AP2KB Kalimantan Timur, turut hadir sebagai narasumber. Dalam paparannya, Dewi menekankan pentingnya pendekatan audit stunting dalam menggali penyebab mendasar kasus stunting di Kabupaten PPU.
“Audit kasus stunting bertujuan untuk menggali lebih dalam penyebab terjadinya kasus stunting di setiap keluarga, sehingga kami bisa menyusun rekomendasi yang tepat sasaran,” ujar Dewi.
Menurutnya, audit tersebut tidak hanya melihat data, tetapi juga menganalisis risiko dan tantangan yang dihadapi oleh keluarga-keluarga terdampak stunting.
Hasil audit menunjukkan bahwa prevalensi stunting di PPU mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Pada tahun 2023, angka prevalensi stunting tercatat sebesar 21,8 persen, sedangkan pada semester pertama tahun 2024, angkanya meningkat menjadi 24,6 persen. Peningkatan ini menjadi sorotan utama dalam diseminasi tersebut, dengan Dewi menegaskan perlunya intervensi yang lebih kuat di semester kedua untuk menekan angka tersebut.
“Ini tentu menjadi perhatian serius bagi kami, dan perlu adanya intervensi lebih kuat untuk menekan angka ini di semester kedua,” kata Dewi.
Beberapa faktor utama yang diidentifikasi dalam audit termasuk rendahnya cakupan ASI eksklusif dan tingginya angka anemia pada ibu hamil. Berdasarkan data, hanya sekitar 67 persen bayi di bawah enam bulan di PPU yang menerima ASI eksklusif, sementara anemia pada ibu hamil mencapai 50 persen, menjadi salah satu penghambat utama dalam upaya penurunan stunting.
“Rendahnya cakupan ASI eksklusif dan tingginya anemia pada ibu hamil adalah dua faktor yang sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, terutama dalam mencegah stunting,” jelas Dewi.
Selain itu, program pemberian makanan tambahan (PMT) bagi balita dan ibu hamil dengan kekurangan energi kronik (KEK) terus ditingkatkan sebagai bagian dari intervensi penanganan gizi buruk.
DP3AP2KB PPU menargetkan untuk menjangkau lebih dari 1.400 ibu hamil yang mengalami KEK pada tahun ini, dengan harapan intervensi ini dapat membantu menurunkan prevalensi stunting.
“Intervensi melalui pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil KEK dan balita gizi kurang menunjukkan hasil yang cukup baik, meskipun masih ada kendala dalam pemantauan distribusi di lapangan,” tututpnya. (ADV/*SBK)