PPU – Upah para pekerja infrastruktur Ibu Kota Nusantara (IKN) yang saat ini bekerja di kawasan Sepaku, Penajam Paser Utara dinilai tak sesuai. Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) PPU berharap pemerintah pusat meninjau ulang pemberian upah tersebut.
Upah pekerja IKN dianggap terlalu kecil lantaran di bawah standar upah minimum kabupaten (UMK). Wakil Ketua Komisi I DPRD PPU, Irawan Heru Suryanto mengatakan pemberian upah bagi pekerja proyek IKN seharusnya mengacu dari wilayah pengerjaan proyek. Namun, selama ini upah yang diberikan ke pekerja hanya mengacu dari upah minimum di Pulau Jawa. Padahal biaya hidup di Kalimantan lebih tinggi dengan Pulau Jawa.
“Harusnya pemerintah pusat dalam memberikan upah itu mengacu dari wilayah proyek itu dikerjakan. Karena biaya hidup disini tidak sama dengan yang ada di Jawa,” ujar Irawan, Sabtu (19/11/22).
Menurut Irawan, kecilnya upah pekerja di proyek IKN, berdampak pada penyerapan tenaga kerja lokal. Banyak masyarakat lokal, khususnya warga Kecamatan Sepaku, enggan bekerja di proyek pembangunan IKN.
Padahal dengan adanya pembangunan IKN diharapkan menyerap tenaga kerja lokal yang berimbas meningkatnya angka kesejahteraan warga sekitar. Minimnya upah di proyek IKN, membuat warga sekitar memilih bekerja di kebun sawit.
“Kalau pemerintah pusat serius untuk memberdayakan masyarakat lokal, tentu patokan upahnya itu sesuai UMK (upah minimum kabupaten). Karena itu standar biaya hidup di PPU,” terangnya.
Ia menyebut, upah harian untuk proyek pembangunan infrastruktur IKN sebesar Rp 110 ribu per hari. Sedangkan nilai upah terendah bagi pekerja harian di wilayah Sepaku mencapai Rp 130 ribu. Menurutnya, pemberian upah bagi pekerja seharusnya disesuaikan dengan biaya hidup di wilayah bekerja. Adapun besaran UMK PPPU tahun 2022 sekira Rp 3,4 juta.
“Ya kami berharap pemerintah pusat meninjau itu dan upah pekerja IKN bisa disesuaikan dengan UMK Kabupaten,” pungkasnya. (ADV/SBK)