BALIKPAPAN – Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia menetapkan PT Sukses Tani Nusasubur (STN), anak usaha PT Astra Agro Lestari Tbk. (AAL), sebagai perusahaan percontohan dalam penerapan konsolidasi pengendalian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kalimantan Timur.
Penetapan tersebut diumumkan dalam kegiatan konsolidasi kesiapsiagaan perusahaan dalam pengendalian kebakaran lahan yang berlangsung Jumat, 4 Juli 2025, di Lapangan Bola PT STN, dan diikuti secara virtual melalui video conference bersama Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq. Ia menyampaikan apresiasi kepada perusahaan yang telah melaksanakan kewajiban pengendalian kebakaran secara terukur.
Menteri Hanif menegaskan kepada seluruh perusahaan perkebunan bahwa mereka berkewajiban memenuhi standar pengelolaan risiko kebakaran.
“Penurunan angka titik hotspot di Kalimantan Timur menurun drastis berdasarkan kebijakan pemerintah daerah dan dukungan perusahaan. Namun, bagi perusahaan yang tidak menjalankan tanggung jawab di bidang lingkungan, penindakan akan dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku,” tutur Hanif.
Menurutnya, pengendalian karhutla merupakan kewajiban hukum sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 32 Tahun 2016 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan. Regulasi tersebut mewajibkan perusahaan perkebunan memiliki sistem pencegahan, pelaporan, dan respons kebakaran yang terdokumentasi.

Foto2: Ketua KTPA Desa Labangka, Dedi Mulyadi, Regu KTPA binaan PT STN berdiskusi dengan Menteri LH, Hanif Faisol Nurofiq, secara virtual melalui video conference. (Istimewa/MKNN)
Dalam forum tersebut, perusahaan memaparkan langkah-langkah pencegahan kebakaran yang dijalankan di wilayah perkebunan. Climate & Conservation Management Manager Astra Agro, Dian Ary Kurniawan, menjelaskan sistem pengendalian kebakaran yang dikembangkan perusahaan berbasis empat pilar utama.
Pilar pertama yaitu pencegahan, dilakukan melalui pemetaan area rawan kebakaran dengan mengacu pada data historis titik panas dan pola aktivitas masyarakat.
“Kami melengkapi pemetaan dengan sistem peringatan dini untuk memantau risiko kebakaran secara real-time,” ucap Dian.
Pilar kedua, lanjutnya, merupakan kesiapsiagaan yang meliputi pelatihan rutin bagi tim internal, simulasi kebakaran, pembangunan menara pantau, dan penyediaan sumber air cadangan di titik strategis.
“Kesiapsiagaan tidak hanya soal perlengkapan, tetapi memastikan petugas memahami prosedur ketika situasi darurat muncul,” sebutnya.
Selain itu, respons cepat menjadi pilar ketiga. Dian menyebut bahwa patroli di lapangan dilakukan secara berkala untuk deteksi awal.
“Apabila titik api teridentifikasi, tim Fire Brigade diterjunkan dengan pompa air, peralatan pemadam manual, dan dukungan komunikasi lapangan,” paparnya di hadapan Menteri Hanif dan Gubernur Kalimantan Timur, Rudy Mas’ud.
Ia juga mengungkapkan bahwa perusahaannya memanfaatkan drone Vertical Take-Off and Landing (V-TOL) guna mendukung pemantauan visual saat musim kemarau.
Pilar keempat mencakup kemitraan masyarakat melalui pembinaan tiga Kelompok Tani Peduli Api (KTPA) dan Masyarakat Peduli Api (MPA) di Desa Labangka, Desa Labangka Barat, dan Desa Babulu Darat.
“Patroli bersama dengan KTPA dan MPA rutin dilakukan agar pengawasan lebih luas,” ungkap Dian.
Dalam kegiatan itu, perusahaan memperkenalkan Tim Fire Brigade yang terdiri dari personel khusus dan staf pendukung. Stand perlengkapan yang disiapkan memperlihatkan berbagai sarana pemadaman, mulai dari pompa bertekanan tinggi, peralatan tangan, perlengkapan komunikasi, hingga drone. Informasi teknis terkait kapasitas peralatan dan prosedur penggunaannya juga disampaikan kepada peserta kegiatan.
Bagi Dian, upaya pencegahan kebakaran yang dilakukan perusahaan merupakan bagian dari kewajiban regulasi sekaligus langkah memperkuat kerja sama multipihak.
“Pendekatan kami dirancang supaya pengelolaan kebakaran adaptif, sistematis, dan melibatkan partisipasi masyarakat,” ujarnya.
Ia mengatakan sistem yang diterapkan perusahaan mencakup pemetaan area rawan, pengembangan sistem peringatan dini, pelatihan berkala, patroli rutin bersama masyarakat, pemantauan drone, dan penyediaan sarana pendukung sesuai standar.
Diketahui, Kalimantan Timur masih tergolong wilayah rawan karhutla. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan per 29 Juni 2025, terdapat 455 titik panas di seluruh Indonesia dalam 24 jam terakhir, dengan 54 hotspot di Kalimantan Timur. Jumlah tersebut menjadikan provinsi ini sebagai wilayah dengan titik panas terbanyak ketiga secara nasional.
Selain itu, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperkirakan puncak musim kemarau di Kalimantan Timur akan terjadi pada Agustus 2025. Penurunan curah hujan dan kelembapan udara selama periode itu diperkirakan akan meningkatkan potensi kebakaran lahan.
Pemerintah pusat menekankan bahwa penerapan konsolidasi kesiapsiagaan oleh perusahaan perkebunan dapat menjadi contoh praktik untuk direplikasi di wilayah lain yang rawan kebakaran. Melalui kegiatan ini, pengendalian karhutla diharapkan bukan hanya program sosial perusahaan, tetapi menjadi kewajiban dengan konsekuensi hukum apabila diabaikan.
Penyunting: Robbi Lalat