PPU — Setelah 17 tahun menempati lahan hasil hibah, 24 warga Perumahan Korpri Griya Mutiara Indah berhasil memenangkan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Samarinda. Hakim Ketua A. Taufik Kurniawan, SH., MH., pada Kamis (22/5/2025) membacakan putusan yang membatalkan SK Bupati PPU No. 500.17/190/2024, sehingga SK pencabutan hibah No. 800/14/2008 dan No. 800/162/2014 kembali berkuasa.
Pada 2005, Bupati Penajam Paser Utara kala itu, Yusran, meluncurkan program peningkatan kesejahteraan PNS. Sebanyak 59 hektare tanah di Kelurahan Sungai Paret, Kecamatan Penajam, dihibahkan kepada 869 PNS, masing-masing seluas sekitar 200 m². Sisanya difungsikan sebagai fasilitas umum. Para penerima kemudian membangun rumah lewat skema KPR, membentuk komplek yang dikenal sebagai Perumahan Korpri Griya Mutiara Indah.
Usai pergantian pucuk kepemimpinan daerah, lahan hibah itu tidak dihapus dari daftar aset Pemkab PPU, sehingga penerima tidak bisa mengurus sertifikat di BPN. Menurut BPN PPU, menerbitkan sertifikat memerlukan SK Penghapusan Aset atas SK Hibah No. 800/14/2008 dan No. 800/162/2014. Beberapa kali dibahas di RDP DPRD, upaya penghapusan terhambat oleh peraturan baru yang melarang pemerintah menghibah aset kepada PNS.
Pada 25 September 2024, Penjabat Bupati PPU Muh. Zaenal Arifin menerbitkan SK No. 500.17/190/2024, mencabut SK hibah 2008 dan 2014, mengubah status tanah menjadi hak memanfaatkan (sewa). Keputusan mendadak ini memicu kecemasan warga, hingga 24 di antaranya menggugat ke PTUN Samarinda.
Dalam putusannya, PTUN Samarinda menegaskan bahwa penerapan PP pelarangan hibah PNS tidak boleh bersifat retroaktif. SK Bupati No. 500.17/190/2024 dianggap melanggar:
- Asas Non-Retroaktif: aturan baru tidak dapat mencabut hak yang telah sah dan dilaksanakan jauh sebelum berlakunya peraturan tersebut.
- Prosedur Formal: tidak ada landasan administratif yang tepat untuk membatalkan hibah yang telah terbit.
- Asas Substansial: bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Karena itu, SK pencabutan hibah dibatalkan, memulihkan hak milik warga sesuai SK Hibah asli.
Kemenangan warga Korpri ini bukan sekadar soal status tanah, tetapi juga mempertahankan kepercayaan publik terhadap kepastian hukum dan akuntabilitas pemerintah. Kuasa hukum warga, Ardiansyah, SH., MH., berharap Pemkab PPU segera menindaklanjuti putusan ini dengan menghapus aset Perumahan Korpri dari inventaris daerah dan memfasilitasi penerbitan sertifikat hak milik.
“Putusan ini mempertegas prinsip keadilan hukum dan menghormati hak warga yang telah menempati dan mengelola lahannya selama puluhan tahun,” jelasnya.
Editor: Robbi Lalat