NUSANTARA – Ketika mimpi mengejar rezeki di Ibu Kota Nusantara (IKN) harus dibayar mahal dengan rasa perih saat buang air kecil dan tubuh meriang tak karuan, GDN (35), pekerja bangunan asal Jawa Timur, mungkin tak pernah menyangka bahwa satu malam “jajan” bisa berujung penyesalan panjang.
Baru sepekan menginjakkan kaki di Sepaku pada Februari 2025 lalu untuk bergabung dalam proyek pembangunan hunian, GDN mengaku tergoda mencari “hiburan” setelah lelah bekerja. Ia memesan seorang perempuan muda melalui aplikasi daring dan melakukan transaksi di sebuah tempat tinggal yang berjarak sekitar lima menit dari Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP).
Namun hanya berselang tiga hari, tubuhnya mulai bereaksi. Ia merasakan panas dingin, demam, dan rasa nyeri yang membuatnya tak sanggup bekerja.
“Apes,” ucapnya kepada Media Kaltim.
“Waduh, meriang kulo, Mas (meriang saya, Mas). Adem panas (panas dingin),” lanjutnya.
Tak kuat menahan sakit, ia akhirnya harus absen kerja kepada mandor dan meminta diantar ke tempat praktik medis. “Minta anter saya, Mas, saking ndak tahan,” cerita GDN.
Di salah satu apotek yang juga menyediakan layanan dokter, ia menerima suntikan antibiotik dan perawatan awal. Ia pun terpaksa jujur kepada dokter yang bertugas bahwa habis “jajan” PSK.
“Pinten dinten ngoten, agak mendingan badan kulo. (Kira-kira berapa hari gitu, agak mendingan badan saya),” sebutnya.
Sambil berbisik kepada Media Kaltim, ia mengaku harus menahan perih ketika buang air kecil, dan ada cairan seperti nanah keluar dari lubang kemaluannya. Dalam kesempatan tersebut, GDN menyebut bahwa si wanita PSK berasal dari sebuah provinsi di bagian ujung selatan Pulau Sumatra. Hingga saat ini, GDN masih terlihat sebagai pekerja bangunan di kawasan IKN.
Diketahui pula, GDN bukanlah satu-satunya kasus. Seorang tenaga medis dari Puskesmas di Sepaku juga mengaku pernah menangani kasus serupa. Bedanya, pasien kali ini adalah pria berusia lanjut yang sempat menyembunyikan penyebab penyakitnya.
“Datang ke Puskesmas. Awalnya ndak ngaku, setelah diajak komunikasi terus, ia baru berani bilang habis anu (berhubungan, red.) di warung remang, sananya IKN, kata si Bapak,” tutur tenaga medis tersebut.
Tubuh pasien tersebut juga sempat mengalami panas dingin dan kencing nanah. Lantas kemudian diberi obat antibiotik di Puskesmas.
Fenomena “jajan” ini bukan hal baru di kawasan Sepaku dan sekitarnya. Tak melulu lewat transaksi daring via aplikasi. Banyak juga transaksi komersial seksual dilakukan secara langsung atau tatap muka. Bermula dari minum kopi bersama, basa-basi yang kemudian berlanjut pada transaksi seksual.
Jauh sebelum IKN dibangun, warung-warung remang sudah ada di sejumlah titik strategis, seperti jalur Petung–Pemaluan dan kawasan Semoi. Bahkan di kawasan PT ITCI ketika masih berjaya dulu, ada lokasi khusus di jalur jalan perusahaan, di Kilometer 9 (sekarang masuk Desa Binuang).
Warung-warung ini bukan hanya menjual kopi dan makanan ringan, tapi juga jasa seksual dengan tarif bervariasi. Mulai dari Rp250 ribu untuk layanan semalam. Beberapa tempat menyediakan kamar kecil seadanya untuk transaksi singkat.
Sebagian besar PSK mewajibkan pelanggannya menggunakan pengaman (kondom, red.). Tetapi, ada pula yang tidak, dengan alasan aman saja dan kondisi fisiknya sehat.
Kemudian, di ruas Jalan Sepaku–Semoi, ada juga warung remang-remang serupa. Ada sekitar lima tempat yang letaknya berada di pinggir jalan. Bila malam, ada yang mencolok dengan lampu ala-ala diskotek.
Tarifnya tak jauh beda, berkisar antara Rp250 ribu sampai Rp300 ribu untuk sekali transaksi short time.
Jika pelanggan terlihat “agak” berduit, maka biasanya bisa sampai pagi dan siap mengeluarkan kocek minimal Rp500 ribu sampai Rp600 ribu. Kebanyakan warung remang-remang itu menyiapkan bilik kamar dengan ruangan yang tidak terlalu besar.
Salah satu PSK yang ditemui Media Kaltim di jalur Riko–Pemaluan berinisial NS. Wanita asal Malang ini mengaku baru dua minggu berada di sana. “Baru dua mingguan di sini. Aku kelahiran tahun 1981,” tutur wanita berkulit putih berambut agak bergelombang.
Rata-rata wanita malam di warung remang-remang itu memang berasal dari Pulau Jawa. Ada yang dari Malang, Surabaya, Banyuwangi, Trenggalek, Madura, dan Banjarmasin. Usianya mulai 30 tahun sampai 40 tahun. Bahkan, ada juga yang sudah usia “STW” alias setengah tuwir (setengah tua).
Sementara yang menjajakan diri lewat jalur transaksi elektronik, dengan aplikasi di ponsel, rata-rata berusia lebih muda, sekitar 20 tahunan. Meski ada juga yang di atas 30 tahun. Konon, perempuan-perempuan muda ini biasanya lebih cerdik untuk memikat “mas-mas” atau “om-om”.
Profil mereka tampil menarik, lengkap dengan foto-foto yang sedikit vulgar serta narasi tarif dan jasa layanan seksualnya. Namun, tak semua asli. Banyak yang justru berujung penipuan.
Yang memprihatinkan, pelaku sering menyebutkan lokasi tempat tinggalnya untuk meyakinkan calon pelanggan. Akibatnya, nama lokasi tersebut tercoreng. Rata-rata, pelaku meminta “bayar di depan” dan transfer sebagai tanda jadi. Setelah uang ditransfer, akun tersebut langsung membisu bahkan menghilang.
NN (47), warga Sepaku, menjadi salah satu korban. Ia mengaku tertipu setelah mentransfer uang via akun MiChat PSK palsu sebesar Rp500 ribu. Saat datang ke lokasi yang dijanjikan di seputaran Bukit Raya, ternyata tidak ada tamu atau wanita yang dimaksud.
“Ketipu saya,” ucap NN.
Kasus-kasus ini menjadi cermin bahwa geliat pembangunan IKN membawa arus urbanisasi dan dinamika sosial yang kompleks. Di balik gemerlap megaproyek nasional, ada sisi gelap yang perlu ditangani secara bijak dan manusiawi.
Pemerintah daerah, penyedia jasa konstruksi, dan masyarakat perlu bersinergi untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat, termasuk dalam edukasi kesehatan reproduksi dan perlindungan pekerja.
Karena di tengah deru mesin dan semangat membangun ibu kota baru, jangan sampai tubuh pekerja yang jadi taruhannya.
Pewarta: Riski
Editor: Nicha R