SAMARINDA – Insiden tabrakan kapal tongkang terhadap Jembatan Mahakam I kembali menjadi sorotan. Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Timur, Muhammad Husni Fahrudin atau yang akrab disapa Ayub, menyebut kejadian tersebut sebagai bukti nyata kelalaian sistematis dalam pengelolaan lalu lintas sungai yang melibatkan Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) serta PT Pelindo.
“Jembatan kita ditabrak berkali-kali. Alasannya kolong sempit? Tapi jembatan yang lebih lebar pun tetap jadi korban. Ini soal sistem yang tidak berjalan, bukan sekadar kesalahan teknis,” tegas Ayub saat dikonfirmasi, Senin (6/5/2025).
Ayub yang juga menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Kaltim mendorong agar pengelolaan alur Sungai Mahakam segera dialihkan ke Pemerintah Provinsi Kaltim. Menurutnya, dengan pelibatan Perusahaan Daerah (Perusda), kontrol dan pengawasan terhadap aktivitas pelayaran akan lebih efektif dan berpihak pada kepentingan masyarakat daerah.
Ia menyebut Sungai Mahakam sebagai urat nadi perekonomian Kaltim yang harus dijaga dengan serius. “Ini bukan cuma tentang infrastruktur, tapi soal keselamatan warga dan aset negara. Kedaulatan daerah harus diperkuat, termasuk dalam hal pengelolaan jalur sungai,” ujar legislator dari Dapil Kutai Kartanegara itu.
Ayub juga menyoroti minimnya penggunaan teknologi navigasi modern, lemahnya pengawasan rute kapal, serta tidak adanya sistem penalti yang tegas terhadap operator yang lalai. “Kalau sistemnya masih seperti ini, berapa kali lagi jembatan akan ditabrak?” katanya retoris.
Sebagai langkah lanjutan, DPRD Kaltim akan mendorong rapat kerja dengan pihak-pihak terkait seperti KSOP, Pelindo, dan Dinas Perhubungan guna mengevaluasi seluruh kebijakan operasional pelayaran di Sungai Mahakam. Ia juga menyebut revisi kebijakan bisa diusulkan apabila terbukti pengawasan tidak berjalan sesuai prosedur.
“Sudah waktunya kita ambil alih. Ini bukan hanya masalah teknis, tapi soal tanggung jawab moral terhadap rakyat,” tutup Ayub dengan nada tegas.
Editor: Agus