TENGGARONG – Volume sampah di wilayah Tenggarong dan sekitarnya kian mengkhawatirkan. Rata-rata 25 ton sampah per hari terus menumpuk di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bekotok yang kini nyaris penuh. Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kutai Kartanegara (Kukar) pun bergerak cepat menyiapkan solusi jangka panjang: pembangunan TPA baru dan adopsi teknologi pengelolaan sampah modern.
Kepala DLHK Kukar, Slamet Hadiraharjo, menyebut kondisi saat ini sudah dalam tahap kritis. TPA Bekotok seluas 5 hektare yang melayani tiga kecamatan—Tenggarong, Loa Kulu, dan Tenggarong Seberang—tidak lagi mampu menampung sampah dalam jangka panjang jika tidak ada intervensi besar.
“Volume terus bertambah, sementara lahan terbatas. Kita tidak bisa terus menambal masalah ini dengan solusi sementara,” tegas Slamet, Kamis (17/4/2025).
Saat ini, DLHK Kukar tengah mengkaji dua lokasi alternatif untuk TPA baru, yakni Desa Jonggon dan Desa Bensamar. Namun, proses pemilihan lokasi tidak serta merta. Salah satu lahan di Jonggon masih tercatat sebagai aset Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanak), sehingga memerlukan skema kerja sama antarlembaga pemerintah.
“Aspek legalitas administrasi jadi perhatian utama. Kita sedang cari skema terbaik agar tidak terkendala status lahan,” ujarnya.
Sambil menunggu realisasi TPA baru, DLHK melakukan manajemen ulang zona pembuangan di TPA Bekotok. Teknik pemadatan dan pengaturan ulang area buang menjadi strategi darurat untuk memperpanjang usia pakai lahan tersebut.
Lebih dari itu, DLHK Kukar juga mulai menjajaki kerja sama dengan pihak swasta untuk menghadirkan sistem pengolahan sampah berbasis teknologi. Salah satu alternatif yang tengah dipelajari adalah teknologi Refuse-Derived Fuel (RDF), yaitu mengubah sampah menjadi bahan bakar alternatif untuk industri.
“Masalah sampah harus diselesaikan dari hulu ke hilir. Mulai dari pemilahan rumah tangga hingga pengolahan akhir yang efisien dan ramah lingkungan,” terang Slamet.
DLHK menekankan bahwa upaya ini tidak bisa berjalan tanpa peran serta masyarakat. Slamet menyerukan pentingnya perubahan budaya pengelolaan sampah sejak dari rumah, mulai dari memilah hingga mengurangi volume limbah.
“Kalau kita bisa membangun kesadaran kolektif, maka beban TPA bisa ditekan signifikan. Ini bukan hanya tanggung jawab DLHK, tapi kita semua,” tutupnya. (adv)
Editor: Agus S