PPU – Terdengar suara pengeras suara yang memanggil nama guru honorer satu per satu di Gedung Graha Pemuda, Jumat (14/02/2025), menandakan momen penting bagi para guru tersebut. Mereka hadir untuk menerima Surat Perjanjian Kerja (SPK) yang telah ditandatangani oleh Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Andi Singkerru.
Tampak beberapa guru honorer datang dengan kendaraan bak terbuka. Selain SPK, mereka juga mendapatkan sosialisasi mengenai sistem baru yang diharapkan dapat memastikan mereka tetap bekerja dan tidak dirumahkan.
Setelah dipanggil, guru-guru dengan seragam batik ini diarahkan ke kantor Pemerintah Kabupaten PPU untuk mengurus Nomor Izin Berusaha (NIB). Hal ini sebagai salah satu persyaratan mendaftar di E-Catalog. Sistem yang menunjang belanja jasa Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
Tampak salah satu guru honorer di salah satu sekolah negeri unggulan di PPU, AS (47) keluar dari aula tempat pertemuan tersebut dengan membawa berkasnya. AS merupakan guru IPS dan telah mengajar kurang lebih 18 tahun di sekolah swasta.
“Saya pindah ke sekolah negeri baru 7 bulan. Saya kan pindah ke sekolah negeri juga karena ada panggilan dari dinas soalnya, kan mau ngejar pengangkatan jadi PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja),” ungkapnya, Jumat (14/02/2025).
![](https://mediakaltim.com/wp-content/uploads/2025/02/WhatsApp-Image-2025-02-15-at-23.57.20.jpeg)
Namun, ia mengungkapkan kenyataan tidak sejalan dengan harapannya. Pengangkatan PPPK hanya berlaku bagi guru yang sudah mengabdi lebih dari dua tahun di sekolah negeri. Akibatnya, meskipun ia telah memiliki pengalaman panjang mengajar, masa pengabdiannya di sekolah negeri ‘di-reset’ kembali.
“Pengangkatan hanya yang lebih dari dua tahun, sedangkan saya kurang dari dua tahun malah dirumahkan kemarin. Itu kacau sekali, teman-teman bahkan sempat marah sekali emosi. Sudah rela meninggalkan swasta malah dirumahkan. Kalau tahu mau dirumahkan nggak akan kita ninggalin swasta,” keluhnya.
Meskipun menghadapi kekecewaan tersebut, AS dan rekan-rekannya tetap melanjutkan pekerjaan mereka sepanjang Januari 2025. Dalam pertemuan tersebut, pihak Disdikpora memastikan akan membayar upah mereka untuk bulan tersebut, meskipun ada ketidakpastian yang menyelubungi sistem baru yang diterapkan.
“SPK (Surat Perjanjian Kerja) kita tertanggal 1 Januari 2025. Harusnya kalau dari tanggal segitu ya bisa dibayarkan,” harapnya.
Terkait sistem baru Penyedia Jasa Pelayanan Perorangan (PJLP), AS menyatakan dirinya masih belum familiar dengan sistem tersebut dan merasa khawatir akan status datanya yang mungkin tidak tercatat dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik) jika menggunakan sistem ini.
“Saya tanya, apakah data saya tetap masuk Dapodik? Tadi sih katanya tetap masuk. Kan apakah akan ada pengangkatan (PPPK) dengan sistem yang baru, dinas aja masih belum memastikan, karena masih baru, masih belajar kita itu,” jelasnya.
AS pun diminta untuk melengkapi persyaratan untuk masuk ke e-catalog, salah satunya adalah dengan memperoleh NIB.
“Jadi tadi dijelaskan akan ada foto kita dan keahlian kita, upahnya juga samas seperti tahun kemarin, Rp 2,7 juta,” ungkapnya.
Meski begitu, AS tetap berharap agar dirinya segera diangkat menjadi PPPK penuh waktu. Berdasarkan informasi yang ia terima, angkatan kerja yang sekarang adalah angkatan terakhir yang bisa menjadi guru honorer sebelum beralih ke sistem PPPK sepenuhnya.
“Informasinya ya angkatan terakhir honorer, bukan PPPK. Jadi ya harapan kita ya bisa diangkat dari PPPK paruh waktu, terus penuh waktu,” harapnya.
Keputusan AS untuk pindah dari sekolah swasta juga bukan tanpa pengorbanan. Ia harus merelakan gaji yang lebih rendah setelah meninggalkan sekolah swasta tempatnya mengabdi selama 18 tahun, di mana gajinya mencapai Rp 2,9 juta per bulan.
“Jadi pindah itu pun sebenarnya sudah merelakan banyak hal termasuk gaji yang turun. Ini kan demi diangkat sebagai PPPK, tapi malah begini,” tutupnya.
Penulis: Nelly Agustina
Editor: Nicha R