PPU – Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Mohammad Khazin, menyoroti penggunaan ungkapan “adakah?” yang sering muncul dalam kampanye pasangan calon (paslon) Pilkada Serentak 2024. Ia menjelaskan bahwa ungkapan tersebut bisa merujuk pada indikasi politik uang dalam kampanye politik.
Khazin menyatakan bahwa praktik politik uang perlu dilihat dari dua sisi: janji dan pemberian. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 187, politik uang berarti paslon memberikan atau menjanjikan uang atau barang tertentu agar pemilih memilih mereka.
“Maka, pembuktiannya tergantung pada apakah ada unsur janji atau pemberian. Jika tidak ada pemberian, maka perlu dilihat unsur menjanjikannya,” jelas Khazin, Rabu (13/11/2024).
Namun, Khazin menambahkan bahwa aspek “janji” dalam politik uang juga harus dibuktikan secara teknis dan harus ada tindakan nyata. Keputusan tidak bisa diambil hanya berdasarkan opini publik; perlu ada tinjauan dari perspektif hukum.
“Jika bicara soal penegakan hukum dalam pilkada, pembuktian menjadi hal utama,” tegasnya.
Khazin juga menjelaskan bahwa jika pernyataan tersebut hanya sekadar bercanda, maka hal itu masih dapat dianggap sebagai bahasa sehari-hari. Suatu pernyataan dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hanya jika sudah mendapat putusan inkrah di pengadilan.
“Jika belum ada putusan, maka itu masih dianggap sebagai dugaan,” pungkasnya. (ADV/NAH)