BALIKPAPAN – Sekretaris Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Nusantara Kalimantan, Habib Gajar soroti terkait dengan Revisi Undang-Undang (UU) Kepolisian Negara Republik Indonesia. Menurutnya revisi ini terkesan tergesa-gesa dan dipaksakan di ujung masa kepemimpinan Presiden RI, Joko Widodo.
Fajar mengungkapkan dalam revisi ini seharusnya Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) melibatkan partisipasi publik secara aktif. Hal ini upaya mengedepankan kepentingan rakyat dan bukan hanya golongan tertentu.
“RUU ini nantinya akan memberikan perluasan kewenangan kepada Polri untuk melakukan penyadapan dan masuk ke ranah siber, yang rawan penyalahgunaan apabila tidak dibarengi pengawasan yang ketat,” ungkapnya, Senin (24/06/2024).
Ia juga menegaskan jika Polri diberikan keluasan kewenangan untuk melakukan penyadapan dan aktivitas siber tak heran akan sangat rentan terhadap kriminalisasi pada gerakan aktivisme. Sehingga tak terhindarkan pembungkaman akan masyarakat sipil terjadi sangat masif.
“Terlebih lagi Polri hari ini sedang banyak disorot masyarakat, dikarenakan beberapa kasus yang melibatkan oknum anggota kepolisian,” tegasnya.
Belum lagi, institusi kepolisian juga sedang disoroti terkait dengan dugaan penyiksaan anak laki-laki usia 13 tahun di Kota Padang beberapa hari yang lalu. Sehingga hal tersebut mengakibatkan semakin meningkatkan momok buruk Polri di masyarakat.
“Saat ini citra Polri sedang sangat turun di masyarakat, berbagai polemik yang ada serta adanya rencana RUU makin membuat masyarakat mempertanyakan integritas Polri,” tuturnya.
Fajar berharap baik pemerintah dan DPR RI dapat mempertimbangkan rencana revisi RUU Polri tersebut. Selain itu, Institusi Polri menurutnya dapat berbenah diri dalam menanggapi berbagai persoalan yang hadir di masyarakat.
“RUU Polri harus dipertimbangkan dengan baik. Jangan sampai kemudian makin memperburuk Demokrasi di Indonesia. Dan tentunya Polri harus berbenah diri untuk melakukan Reformasi di Tubuh Institusinya,” pungkasnya.
Penulis: Nelly Agustina
Editor: Nicha R