PPU – Mundurnya Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN), Bambang Susantono dan Wakilnya, Dhony Rahajoe di dua bulan sebelum Upacara Kemerdekan RI ke 79 tahun yang selalu digembar-gemborkan sebagai tanda IKN akan berjalan menimbulkan berbagai tanggapan menarik.
Salah satunya, Planologi, Pengamat dan Penulis Buku “Autokritik Planologi: Ibukota Untuk Siapa?”, Jilal Mardhani yang menyoroti perihal mundurnya dua tokoh penting dalam pembangunan IKN ini.
Jilal melihat hal ini lebih luas, bukan hanya sekadar melaksanakan perhelatan seremonial kemerdekaan negara setiap tahunnya. Namun, bagaimana mengisi IKN menjadi peradaban baru.
“Ini sebenarnya telah menjadi isyarat dari Pak Bambang ya, karena jika saya temukan di beberapa wawancara, kalau untuk upacara saja telah sangat siap dan berprogres dengan baik,” terangnya, Jumat (7/6/2024).
Menurutnya sangat mudah melakukan persiapan upacara dengan berbagai fasilitas yang mendukung, namun bagaimana dengan mengisi IKN agar dapat berjalan terus ?
Jilal mengibaratkan membuat IKN seperti halnya membuat mal, yang terbilang sangat mudah. Namun bagaimana dapat mengisi mal agar menarik dan terus dikunjungi sehingga mengakibatkan perputaran ekonomi di dalamnya.
“Karena yang mundur keduanya. Kita tahu kalau Pak Bambang merupakan birokrat dan Pak Dhony merupakan pengusaha,” jelasnya.
Disinggung terkait dengan dipilihnya Basuki Hadimuljono sebagai Plt Kepala OIKN, menurutnya bukan hanya sekadar mengamankan lahan. Tetapi tidak ada yang lebih tepat menggantikan Bambang Susantono untuk sementara ini. Terlebih posisi Basuki Hadimuljono sebagai Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) RI.
“Tapi kan sudah jelas ya, Pak Bambang juga sudah menerima mandat baru yang berkaitan dengan investasi di IKN,” tambahnya.
Namun menurut Jilal menarik jika menilik alasan di balik kemunduran kedua petinggi OIKN ini, dikarenakan kemunduran ini secara bersama-sama. Hal ini menurutnya, menandakan ada yang tidak beres dalam proses pembangunan IKN yang sedang berjalan. Utamanya dalam pengembangan IKN kedepannya.
“Kalau dari kacamata saya sebagai Planolog, memastikan orang-orang yang bisa ‘dipaksa’ pindah ini kan, utamanya aparat negara merasa hidup di IKN itu layak, betah dan mendapatkan fasilitas yang minimal sama seperti sebelumnya,” terangnya.
Salah satu yang harus dipastikan berkaitan dengan pelibatan pihak swasta dalam membangun IKN. Hal ini menurut Jilal berkaitan dengan skala ekonomi, dikarenakan jika hanya memindahkan mudah, namun bagaimana menjadikan IKN memiliki potensi ekonomi yang menjanjikan.
Bahkan dengan tegas, Jilal mengatakan pernyataan potensi ekonomi yang digembar-gemborkan negara sejak awal sangat diragukan. Menurutnya, tidak ada potensi yang dapat diciptakan jika hanya berasal dari perkantoran.
“Omong kosong itu, melihat IKN itu ya sama dengan kantor, ada orang yang berkantor di Jakarta dari level menteri sampai tukang sapu, tapi kan level menteri itu berapa sih? mereka kan gampang bolak-balik, tapi yang pekerja di bawah bagaimana?,” tegasnya.
Ia menegaskan tidak gampang bikin kota semua ada ilmunya, tidak dari langit. Tidak mudah membangun sebuah peradaban yang dibangun agar semua orang betah hidup di IKN. Belum lagi, permasalahan investasi yang harus mengakomodir semua pihak termasuk memastikan masyarakat adat tidak kehilangan lahan dan juga haknya sebagai warga negara.
“Semuanya kan harus win-win, dalam UU IKN terbaru tidak ada membahas luasan berapa, kesannya jadi asal jalan, kalau bekerja tanpa memahami ilmunya ya jadi begini, ada tata caranya gitu loh. Jangan mikir di ujung doang,” tambahnya.
Ketidakpastian-ketidakpastian yang berada di IKN mengakibatkan banyak pengabaian. Ia mencontohkan jika secara administratif batas-batas antara IKN dan daerah sekitarnya tidak dibahas maka yang akan menjadi korban adalah warganya. Perencanaan pembangunan mega proyek ini menurutnya harus direncanakan dengan baik dan harus memakai ilmu yang tepat.
“Terlalu ‘bego’ deh menurut saya, kesalahannya kita boleh merencanakan apapun, tapi yang enggak boleh ditinggalkan ya proses transformasinya,” tegasnya.
Jilal mengatakan mundurnya Bambang Susantono seharusnya telah dapat diprediksikan. Justru sejak awal Bambang telah mengingatkan Presiden RI, Joko Widodo dalam tulisannya dengan mengilustrasikan pembangunan awal dimulai dari Tol Balikpapan-Samarinda. Ia juga menjelaskan mundurnya Bambang Susantono ini menjadi sinyal untuk orang yang ragu-ragu, seperti para investor yang sedang berproses.
“Yang pasti, pembangunan ini kan tidak mudah bukan seperti membalikkan telapak tangan, ada ilmunya, bukan dari langit. Kalau gak sanggup jangan coba-coba,” tandasnya.
Penulis: Nelly Agustina
Editor: Nicha R