spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Perusahaan Batu Bara Pencemar Udara di Sesulu Belum Daftarkan Pekerjanya ke Disnakertrans PPU

PPU – Dinas Ketenagakerjaan dan Imigrasi (Disnakertrans) Penajam Paser Utara (PPU) belum mendapatkan laporan seluruh jumlah pekerja yang digunakan dalam aktivitas tambang batu bara milik CV Penajam Makmur Abadi (PMA). Hal ini dipastikan akan menyulitkan dalam penyelesaian masalah, salahsatunya yang menyangkut pembayaran upah pekerja.

Persoalan dampak batu bara di Desa Sesulu, Kecamatan Waru masih terus berlanjut. Setelah pencemaran udara akibat tumpukan batu bara yang terbakar dan menimbulkan bau menyengat, terdapat pekerja yang tidak dibayarkan upahnya sejak September 2023.

Saat mediasi bersama Pemkab PPU, Senin (14/4/2024), pekerja yang turut hadir juga mengadukan perihal upah yang tidak dibayarkan. Pekerja-pekerja tersebut bekerja di PT Tigapilar Agro Utama (PT Tigra) dan PT Wana Inti Kahuripan Intigan (PT WIKI) yang menjalankan aktivitas produksi pada konsesi Izin Usaha Pertambangan (IUP) CV PMA.

Kepala Bidang Hubungan Industrial (Kabid HI) Disnakertrans PPU, Ika Yanuaris saat ditanyai terkait hal itu, menjelaskan bahwa tugas utama yang ditangani bidangnya ialah melakukan pembinaan terkait ketenagakerjaan. Baik kepada perusahaan dan juga para pekerjanya.

Baca Juga:   Perayaan HUT Ke-21 PPU Dipastikan Lebih Meriah dari Tahun Lalu

Ia mengatakan bahwa dominan perusahaan yang terdata di pihaknya memiliki bidang usaha perkebunan sawit, minyak dan gas (migas), dan infrastruktur. Sedangkan, bidang usaha pertambangan, tidak terdata atau tidak melaporkan pekerjanya.

“Jadi dari beberapa data yang bisa kami sajikan, rata-rata perusahaan itu antara sawit, migas dan infrastruktur. Sedangkan tambang belum ada, termasuk CV PMA, PT Tigra dan PT Wiki tidak ada,” ujarnya, Jumat (19/4/2024).

Ika mengatakan secara umum perusahaan yang memiliki pekerja seharusnya melaporkan pekerjanya. Sehingga jika ada pekerjanya yang merasa dirugikan, pihaknya akan dapat melakukan mediasi dengan menemukan kedua pihak untuk mencari jalan tengahnya.

“Biasanya ditemukan satu pihak dahulu. Kalau kedua belah pihak takut terjadi chaos (keributan). Jadi biasanya dimulai dari pekerjanya. Nah Kami akan minta SPK-nya (Surat Perjanjian Kerja),” terangnya.

Dari mediasi itu, mediator akan mempelajari SPK yang menerangkan hak dan kewajiban pekerja. Pihaknya juga akan memanggil pihak perusahaan dan jika tidak ada kesepakatan maka akan diajukan ke Sidang Hubungan Industrial di tingkatan Provinsi Kalimantan Timur.

Baca Juga:   Capaian Pajak PPU 2022 Lampaui Target, Bupati Apresiasi Bapenda

“Untuk kasus ini, Kami sekarang belum ada info baik dari pihak karyawan yang merasa dirugikan. Karena tenaga kerja itu ada di cakupan PPU harusnya ada info ke Kami,” sebut Ika.

Terlepas dari itu, dia memastikan bahwa data yang masuk ke pihaknya sangat runut. Baik dari jumlah perusahaan, jumlah karyawan lokasi bahkan jumlah pekerja perempuan dan pekerja laki-lakinya. Hal ini berkaitan atau menjadi dasar pihaknya melakukan pembinaan, baik dari serikat pekerjanya hingga ke perusahaan.

“Bagaimana perusahaan membayarkan jaminan pekerja yang merupakan bagian daripada hak jaminan sosialnya. Bagaimana perusahaan menyertakan perjanjian perusahaan setiap karyawan yang baru masuk, baik PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) dan PKWTT (Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu). Data Kami, baik CV PMA, PT Tigra, dan PT Wiki tidak ada,” pungkasnya.

Dalam hal ini pula, Disnakertrans PPU masih berupaya untuk memperbaiki permasalahan tidak adanya data pekerja di sektor usaha pertambangan ini di daerah. Salah satunya dengan menyingkronkan data dengan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) PPU. (NAH)

Baca Juga:   Masih di Gari Merah, Disdikpora PPU Targetkan Grafik Kasus Perundungan Menurun ke Garis Hijau
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

BERITA POPULER