PPU – Akhir-akhir ini banyak sekali kepentingan yang menunggangi nama masyarakat adat dalam beberapa permasalahan agraria terjadi di (Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) Ibu Kota Nusantara (IKN). Dalam hal ini, Lembaga Adat Paser (LAP) Penajam Paser Utara (PPU), Kaltim menyatakan menyayangkan adanya aksi-aksi tersebut.
Hal ini ditegaskan Ketua LAP PPU Musa melalui Humas LAP, Eko Supriyadi pada awak media, Selasa (19/3/2024). “Banyak sekali yang menunggangi dan membawa nama-nama masyarakat adat di dalam beberapa permasalahan Agraria yang terjadi di KIPP IKN, dan sekarang ini karena sedang viral,” ujarnya.
Pihaknya mengimbau ke pada masyarakat agar lebih selektif. Dengan isu atau berita-berita di media jangan mudah terprovokasi apalagi menyangkut isu sara.
“Mari kita dukung jalannya pembangunan IKN dengan beberapa catatan yang harus kita berikan kepada Otorita IKN terutama terkait hak-hak Masyarakat terdampak pembangunan IKN baik itu masyarakat adat maupun warga lokal,” jelasnya.
Termasuk juga isu masyarakat adat yang di ultimatum untuk pindah kurun waktu tujuh hari oleh Otorita IKN. Menurutnya, isu ini jelas tidak benar karena ada beberapa kepentingan yang memviralkan masyarakat adat sebagai korbannya.
Dalam menyikapi isu-isu terkini terkait penolakan IKN yang melibatkan masyarakat adat, LAP PPU juga telah mengangkat pembahasan ini dalam Rapat Kerja Daerah (Rakerda) LAP 2024 pada 16 Maret 2024 lalu. Dalam pertemuan ini terungkap dari laporan pengurus LAP Kecamatan Sepaku, bahwasannya tidak tepat jika dikatakan penggusuran tersebut mengatasnamakan masyarakat adat.
Karena beberapa fakta di lapangan bukan masyarakat adat, melainkan warga pendatang atau warga lokal. “Memang mereka sudah cukup lama menguasai beberapa bidang tanah di areal tersebut, namun baru mendirikan bangunan sekitar bulan Oktober 2023 silam. Bahkan sudah ada edaran dari Otorita IKN terkait larangan membangun bangunan dalam kawasan KIPP. Tetapi mereka tetap membangun,” urai Eko.
Terlebih kini surat dari Otorita IKN terkait penggusuran sudah ditarik. Sehingga dinyatakan gugur atau tidak berlaku lagi, sehingga tidak benar jika ada warga yang digusur oleh Otorita IKN.
“Kalau sudah ditarik tentunya masyarakat tidak perlu lagi khawatir lagi,” sebutnya.
Lebih lanjut, dalam Rakerda LAP PPU juga telah disepakati beberapa point rekomendasi. Antara lain, LAP PPU mendesak Pemkab dan DPRD PPU untuk segera menerbitkan Perda Pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat.
LAP PPU juga meminta agar dalam proses perencanaan pembangunan IKN, Pemerintah Pusat dan Otorita IKN harus memperhatikan keberadaan wilayah kehidupan masyarakat adat. Agar keduanya berjalan seimbang dan berkelanjutan.
“Kami juga mendesak permasalahan konflik agraria antara masyarakat adat, masyarakat lokal dengan pemerintah hendaknya mengutamakan musyawarah, sosialisasi tepat sasaran tanpa intervensi dari pihak manapun,” ungkap Eko.
Selain itu, tambahnya, dalam Rakerda itu menyatakan pembangunan IKN bercitra rasa Nusantara dalam bingkai Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika tidak meninggalkan kearifan lokal, budaya dan adat istiadat setempat. Pihaknya juga mendesak Otorita IKN memperhatikan Sumber Daya Manusia (SDM) warga lokal untuk lebih diberdayakan, begitu juga pendidikan, kebudayaan, keterampilan dalam pembangunan IKN.
“Selain itu LAP menolak oknum-oknum yg mengatasnamakan masyarakat adat demi kepentingan pribadinya maupun golongan,” tutup Eko. (SBK)