spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Penangkapan 9 Petani Diduga Upaya Kriminalisasi untuk Percepatan Pembangunan Bandara VVIP IKN

PPU – Sembilan Warga Kelompok Tani Pantai Lango yang ditangkap beberapa hari yang lalu telah berstatus tersangka. Pengacara warga, Law Firm Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan, Hermon Yari Kadama menyebut ada dugaan kriminalisasi untuk percepatan pembangunan Bandara VVIP pendukung Ibu Kota Nusantara (IKN).

Hermon mengatakan, per Rabu (28/02/2024) pihaknya telah menerima berita acara Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyelidikan (SPDP). Yang artinya proses kasusnya telah berjalan.

Ia menjelaskan pasca penangkapan pemeriksaan dilakukan secara marathon kepada 9 warga. Pihaknya pun telah mengajukan surat penangguhan penahanan sejak kemarin (27/02/2024).

“Sejak kemarin JPKP juga telah mengajukan surat penangguhan penahanan dan telah diterima oleh Polda Kaltim,” terangnya.

Ia juga menyebutkan 9 warga itu telah ditetapkan sebagai tersangka dan berdasarkan hasil pemeriksaan melakukan pengancaman. Namun penetapan ini perlu diuji di pengadilan, untuk membuktikan sangkaan pengancaman, ataupun dugaan upaya kriminalisasi tersebut.

Hermon menerangkan bahwa prosedur penyidikan dan penyelidikan telah dilakukan dengan tepat. Namun terdapat kejanggalan pada proses menuju penyelidikan.

Menurutnya, terdapat perlakuan yang diduga dilakukan untuk proses percepatan pembangunan Bandara VVIP oleh penjabat Kelurahan di Pantai Lango. Mereka juga yang masuk ke dalam gugus tugas Reforma Agraria dan diketuai oleh Pj Bupati PPU.

Baca Juga:   Sempat Gangguan Saat Pendaftaran CPNS, Andi Yusuf Soroti Penggunaan Aplikasi E-Materai 

“Bahkan diduga adalah sesuatu hal yang terlalu dipaksakan untuk mempercepat pembangunan Bandara vvip, kan sebenarnya masyarakat ini kan terdzolimi. Diduga korban permainan penjabat di Kelurahan Pantai Lango,” ungkapnya.

“Ya, yang secara struktur berada dibawah kendali Gugus tugas reforma agraria yang diketuai oleh Pj Bupati,” tambahnya.

Lanjutnya, berdasarkan kesaksian masyarakat sangat erat kaitannya terdapat kriminalisasi terhadap warga yang berprofesi sebagai petani. Pun warga hanya ingin mempertahankan lahannya yang hampir diserobot oleh orang lain.

Sebelumnya, warga menggugat terkait dengan kepemilikan lahan yang diduga dipalsukan. Warga sejak awal menyangga lahan mereka yang suratnya dipalsukan dan mengatasnamakan DRB. Lahan mereka telah diserahkan ke Bank Tanah atau Reforma Agraria.

“Ada data yang muncul atas nama DRB yang telah diserahkan ke bank tanah atau reforma agraria sebagai gugus tugas. Dan itulah yang kita lawan, Kami juga sudah laporkan ke Polda Kaltim dan diteruskan ke Polres PPU,” tegasnya.

Dijelaskan pula bahwa proses verifikasi masih berjalan untuk inventarisasi tanam tumbuh. Dikarenakan lahan 9 warga ini ditumpangtindihkan atas nama orang lain dan dugaannya dilakukan oleh penjabat kelurahan tersebut.

Baca Juga:   Cegah TPPO, Kesbangpol PPU Gelar Sosialisasi Pembentukan Desa Binaan Imigrasi

Kemudian secara de facto warga menguasai lokasi dan memiliki tanam tumbuh. Terlebih lahan tersebut dipelihara oleh para petani sejak berpuluh-puluh tahun.

Begitupun, secara de jure warga pun memiliki surat segel yang merupakan dasar penguasaan tanah. “Secara de facto mereka menguasai lokasi, punya tanam tumbuh. Dan dipelihara mereka sejak berpuluh-puluh tahun sejak kakek mereka bahkan ada generasi ketiga,” jelas Hermon.

Selain itu, surat segel atau biasa disebut surat garap tersebut seharusnya diakui karena dikeluarkan juga oleh pemerintah sejak sekian tahun lalu. Walaupun banyak bantahan terkait status surat tersebut yang dianggap tidak sah, menurutnya juga tidak tepat mengakui surat abal-abal yang baru diterbitkan satu atau dua tahun yang lalu.

“Kalau sekarang banyak bantahannya bahwa tidak sah. Karena bagaimana mungkin surat yang diterbitkan dari pemerintah lurah atau desa sekian tahun lalu. Dan dikalahkan dengan surat abal-abal yang kemungkinan baru diterbitkan satu atau dua tahun yang lalu,” ungkapnya.

Di samping itu, sejak awal surat yang diklaim tersebut tidak pernah diperlihatkan ke warga secara langsung. Kemungkinan akan diserahkan saat penyidik meminta dan dimintai keterangan.

Baca Juga:   Tenaga Medis PPU Aksi Damai Tolak RUU Kesehatan Omnibus Law

Perihal ini diketahui juga telah dilaporkan sejak 8 Januari 2024 ke Polda Kaltim dan diteruskan ke Polres PPU pada tanggal 8 Februari 2024. Pihaknya melaporkan atas tindak pidana penyerobotan tanah, perusakan tanam tumbuh serta pemalsuan dokumen.

“Kami memnggugat sesuai KUHP pasal 385, juncto Pasal 406, juncto Pasal 263, juncto 55 dan 56,” pungkas Hermon. (NAH)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

BERITA POPULER