PPU – Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Penajam Paser Utara (PPU) menyelenggarakan sosialisasi Konvensi Hak Anak (KHA), Selasa (21/11/23). Kegiatan ini diadakan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman terkait hak-hak anak..
Bertempat di Ruang Rapat Wakil Bupati PPU, dilaksanakan secara dalam jaringan (daring) dan luar jaringan (luring). Menghadirkan narasumber dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak RI yaitu Plt Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Rini Handayani.
Tampak hadir juga pada kegiatan ini perangkat daerah terkait, perwakilan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak dan Perwakilan Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah. Serta dari Dinas Kependudukan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Kaltim, Nova Paranoan.
Kepala DP3AP2KB PPU Chairur Rozikin menyampaikan kegiatan sosialisasi konvensi hak anak ini dilaksanakan dalam rangka memperkuat dan meningkatkan komitmen bersama. Serta meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai Konvensi Hak Anak.
“Pemenuhan Hak Anak dan Perlindungan Khusus Anak merupakan sebuah hal yang penting untuk dipastikan ketercapaiannya, karena anak adalah aset bangsa yang akan melanjutkan estafet pembangunan bangsa,” ujarnya.
KHA sendiri merupakan salah satu tolok ukur dalam Evaluasi Kabupaten Layak (KLA). Di mana KLA merupakan kabupaten/kota yang mempunyai sistem pembangunan yang menjamin hak anak dan perlindungan khusus anak yang dilakukan yang secara terencana, menyeluruh, dan berkelanjutan.
Chairur menambahkan, untuk mewujudkan Kabupaten Layak Anak, terdapat 24 indikator KLA, itu didasarkan pada substansi hak-hak anak. Dan untuk memenuhi seluruh indikator tersebut diperlukan adanya sinergitas antara DP3AP2KB PPU dengan perangkat daerah terkait secara teknis.
Untuk diketahui, Kabupaten PPU selama 4 (empat) tahun berturut-turut mendapatkan penghargaan KLA dengan Kategori Pratama dan pada tahun 2023 penghargaan tersebut meningkat menjadi kategori Madya.
“Kami sangat berharap, indikator-indikator KLA tersebut tidak berhenti menjadi sederet check-list evaluasi KLA, tetapi dapat menjadi acuan bagi kita dalam memenuhi hak-hak anak,” pungkasnya. (ADV/SBK)